Dicap pengkhianat setelah hijrah

PT Bestprofit Futures - Hampir tiga tahun Sofyan Tsauri menghirup udara bebas. Hidup dalam jeruji besi selama lima tahun mengembalikan ideologinya. Meninggalkan pikiran radikal. Kembali hidup normal. Meski cap teroris terus melekat. Bahkan segudang masalah masih menanti di depan mata. Sofyan mencoba tetap tenang. Meniti perlahan hidup bersama keluarga.

Anak dan istri menjadi pikiran utama setelah keluar penjara dan dari kelompok teroris. Sofyan tersadar. Orang paling dicintainya jadi sengsara. Keluarga kecilnya turut menjadi korban. Kabar tak enak kerap sampai di telinga. Misalnya, penolakan dari warga. Sempat terusir dari tempat tinggal hingga lima kali. Semua lantaran istrinya bersuami teroris.

Perlakuan tak menyenangkan itu sempat membuatnya naik pitam. Ingin melakukan balas dendam. Namun, dirinya menyadari perbuatan itu justru semakin memperkeruh. Kepada istrinya, dia meminta untuk bersabar. Tak membalas perlakukan dari warga. best profit

"Kalau masyarakat sudah tidak ada simpati lagi, kemungkinan untuk melakukan aksi-aksi itu jadinya besar. Sudah di dunia tidak diterima ya mending mati saja, bunuh diri," kata Sofyan saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu pekan lalu.

Tahun 2010 Sofyan ditangkap. Walau tak berperan langsung dalam melakukan aksi teror, namun mantan polisi ini berperan sebagai pelatih militer teroris. Dirinya juga berperan sebagai pemasok senjata. Setahun kemudian dia diadili. Pengadilan Negeri Depok memvonis enam tahun penjara kepada Sofyan. Lima tahun kemudian dirinya bebas. Kembali ke rumah berkumpul bersama keluarga. pt bestprofit

Selama menjalani hukuman, Sofyan introspeksi. Banyak merenung. Memikirkan kembali jalan dipilih demi agama diyakininya. Dia tumbuh besar dari keluarga kepolisian. Ayah dan kakaknya merupakan anggota polisi dan dirinya sudah 13 tahun bergelut dalam beprofesi tersebut. Namun, tak jadi jaminan. Dirinya pernah terperosok dunia teroris Indonesia.

Selama di balik penjara, dirinya terus mendapat pendampingan petugas lapas. Terutama untuk menderadikalisasi. Tak jarang berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga datang memberikan pendampingan.

Dari kondisinya ini, Sofyan berharap warga harus membuka diri dan merangkul keluarga pelaku. Ini bisa membantu deradikalilsasi. Sebab selama ini penanganan kasus terorisme hanya berkutat pada pencegahan dan penindakan. Seperti pembongkaran jaringan maupun penangkapan teroris masih hidup.

Sementara upaya rehabilitasi dan deradikalilsasi masih minim. Utamanya mengedukasi masyarakat. Bahkan dirinya merasa banyak pihak sengaja membuat sekat antara mantan teroris dengan masyarakat umum. Dengan cara menyebarkan isu untuk menolak dan mengucilkan mantan teroris hingga keluarganya.

Penderitaan dirasakan keluarganya membuka mata dan hati. Sofyan menyesal. Bergabung dengan kelompok teroris merupakan kesalahan besar. Tekadnya kini bulat. Meninggalkan semua. Namun, harus diakui bahwa dalam perjalanan hijrah begitu berat cobaan diterima. Bahkan mendapatkan beragam teror. Berasal dari kelompoknya sendiri di penjara. bpf jakarta

Salah satunya dengan cara diracun. Sudah dua kali Sofyan hampir mati keracunan. Semua teror justru ulah kelompoknya di dalam penjara. Semua karena Sofyan dianggap pengkhianat. Dicap sebagai Taroju atau pengkhianat perjuangan. Justru tak membuat dirinya lemah. Tekadnya semakin kuat untuk hijrah.

"Mereka balik meneror saya. Saya dianggapnya Taroju, dianggapnya saya mengkhianati perjuangan. Tapi saya tidak peduli," tegas Sofyan. bestprofit jakarta

Berbagai program deradikalisasi diikutinya. Salah satunya dari program LSM Aliansi Perdamaian Indonesia (AIDA). Semua dilakukan demi kembali menata hidup bersama anak-istrinya. Sayang, jalan barunya tak mulus. Status sebagai mantan napiter membuat ruang geraknya terbatas.

( mfs - Bestprofit Futures

Komentar

Postingan Populer