Negara Kaya Ramai-ramai Berburu Vaksin Covid-19, Bagaimana Negara Miskin?
PT Bestprofit Futures - Jakarta Negara-negara berkembang dan miskin beresiko kekurangan pasokan vaksin Covid-19 yang mereka butuhkan. Para ahli kesehatan mengatakan, itu bisa terjadi karena kini banyak negara kaya lebih dulu mengamankan miliaran dosis bahkan sebelum obat tersebut lolos uji klinis akhir, untuk warganya sendiri.
Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, dan Inggris telah setuju untuk membeli setidaknya 3,7 miliar dosis dari produsen obat asal Barat yang sedang mengembangkan vaksin Covid-19, seperti diumumkan perusahaan dan negara-negara tersebut dalam beberapa bulan terakhir. Jumlah itu termasuk untuk dosis tambahan.
Sementara China dan India, 2 negara dengan industri pembuatan vaksin yang besar, juga dipastikan akan mengarahkan sebagian besar produksinya bagi warga negaranya yang memang banyak.
"Itu kemungkinan akan mengambil hampir semua kapasitas produksi vaksin global secara langsung," kata para ahli melansir laman Wall Street Journal, seperti dikutip Senin (7/9/2020).
Berikut negara-negara kaya yang sudah memesan vaksin Covid-19. Pesanan antara lain kepada 3 perusahaan besar asal Barat yang kini memasuki tahap akhir uji coba vaksin. Yakni Moderna Inc., Pfizer Inc. dan AstraZeneca PLC.
1. AS mengumumkan kesepakatan untuk 1,6 miliar dosis
2. Uni Eropa akan membeli 1,5 miliar dosis
3. Inggris membeli 380 juta dosis
3. Jepang setidaknya 280 juta dosis.
Pembelian ini setidaknya untuk 8 vaksin berbeda dari berbagai perusahaan, menurut serangkaian pengumuman dari negara-negara tersebut.
Banyak negara-negara kaya ini membayar vaksin yang baru siap diproduksi, bahkan sebelum hasil uji coba terakhir diketahui hasilnya.
Sebagai langkah antisipasi jika beberapa vaksin yang dibeli tidak terbukti efektif, negara-negara tersebut sengaja membeli dengan dosis lebih banyak daripada jumlah populasi warganya dari banyak pemasok.
“Kegagalan bisa muncul karena negara-negara tidak melakukan kerjasama,” kata Thomas Bollyky, Direktur Kesehatan Global di Council on Foreign Relations.
Dia menuturkan jika muncul persepsi satu negara menimbun maka yang lain akan melakukan hal sama.
PT Bestprofit Futures - Sementara itu, sebuah inisiatif yang didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dimaksudkan untuk mengumpulkan sumber daya global untuk membeli dan mendistribusikan vaksin secara adil di seluruh dunia terus berjuang untuk mendapatkan vaksin.
"Terutama vaksin bagi negara-negara berkembang untuk menginokulasi bahkan warga mereka yang paling rentan," kata para ahli.
Ironisnya, Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengatakan tidak akan mendukung inisiatif tersebut.
"Amerika Serikat akan terus melibatkan mitra internasional kami untuk memastikan kami mengalahkan virus ini, tetapi kami tidak akan dibatasi oleh organisasi multilateral yang dipengaruhi oleh Organisasi Kesehatan Dunia yang korup dan China," kata Judd Deere, Juru Bicara Gedung Putih.
Padahal, pola tambal sulam dari cakupan vaksinasi yang kemungkinan akan muncul saat negara-negara kaya melakukan vaksinasi warganya, negara-negara miskin tetap terpapar dapat memperpanjang penutupan perbatasan.
Tentu ini bisa menciptakan gangguan perdagangan dan perjalanan dan memungkinkan virus berkembang biak di banyak tempat dan tetap menjadi ancaman global, kata para ahli kesehatan.
“Tahun depan adalah tahun langkanya sumber daya. Apa pun yang kami miliki, tidak akan cukup untuk memvaksinasi semua orang,” kata Mariângela Simão, Asisten Direktur Jenderal WHO.
Dia menuturkan jika sudah menjadi kepentingan pribadi setiap orang untuk berkolaborasi secara global karena WHO membutuhkan pandemi ini dikendalikan di semua negara.
Desakan untuk mengembangkan vaksin yang mampu mencegah atau menumpulkan virus corona dan kemudian mengamankan pasokan sebagian besar telah melewati upaya koordinasi global. Belum ada vaksin yang melalui uji coba, dan hingga kini masih belum jelas vaksin yang akan efektif.
Banyak dari mereka akan membutuhkan dua suntikan, yang berarti bahwa jika seluruh populasi dunia akan divaksinasi pada tahun depan, maka setidaknya butuh vaksin hingga 14 miliar dosis.
Inisiatif WHO
PT Bestprofit Futures - WHO membentuk inisiatif yang dikenal sebagai Covax. Inisiatif ini awalnya bertujuan agar sebagian besar, jika tidak semua negara mau berkontribusi memberikan dana bersama untuk membeli secara kolektif vaksin agar negara-negara tidak bersaing satu sama lain.
Banyak negara memang telah menjanjikan memberi lebih dari USD 1 miliar untuk target dana yang terkumpul hingga USD 5,4 miliar. Nilai yang diyakini diperlukan untuk mendapatkan satu miliar dosis bagi negara-negara berkembang. Secara total, dana yang dicari sejatinya mencapai USD 18 miliar.
Telah ditetapkan batas waktu di awal Oktober untuk menerima janji awal pembeian dana. Inisiatif tersebut mengatakan sejauh ini telah mengamankan akses ke 100 juta dosis bagi negara-negara miskin, atau sekitar 10 persen dari tujuannya.
“Kami tentu saja lebih memilih pendekatan multilateral,” kata Seth Berkley, kepala eksekutif Gavi, aliansi vaksin global yang membantu mengatur proyek tersebut.
"Terkait masalah setiap negara bila melakukan kesepakatan bilateral karena banyak yang akan tersingkir. Kemudian kemungkinan pemakaian yang tidak efisien, yang mengkhawatirkan di masa mendatang," lanjut dia.
Adapun prediksinya, kapasitas global untuk pembuatan vaksin Covid-19 pada dua miliar hingga empat miliar dosis sebelum akhir 2021.
Vaksin ini yang kemudian akan didistribusikan secara global terlebih dahulu untuk melindungi populasi paling rentan di planet ini, dari petugas kesehatan hingga orang tua, dan kemudian ke populasi yang lebih umum.
Kenyataannya, banyak negara yang telah mencapai kesepakatan sendiri dengan produsen vaksin bahkan sebelum inisiatif Covax mengetahui seberapa banyak dana yang didapat.
Uni Eropa antara lain negara yang mengumumkan akan memberikan kontribusi hingga € 400 juta (USD 476 juta) untuk inisiatif Covax.
UE mengatakan akan mendistribusikan beberapa vaksin yang telah dibelinya ke negara-negara miskin, tetapi belum menjelaskan berapa banyak atau kapan.
Sementara Pemerintahan Trump mengatakan tidak menutup kemungkinan untuk mendistribusikan beberapa dosis vaksin ke negara lain. Seperti negara lain yang memotong kesepakatan, mereka membantah bahwa mencegah dosis masuk ke negara berkembang.
Dalam jumpa pers bulan Juni, seorang pejabat senior pemerintahan berkata, "Mari kita urus orang Amerika dulu. Sejauh ada surplus, kami berkepentingan untuk memastikan orang-orang di seluruh dunia divaksinasi. "
PT Bestprofit Futures - Karena teknologi yang terlibat, pembuatan beberapa vaksin dapat ditingkatkan lebih mudah daripada yang lain. Yang lain memiliki persyaratan penyimpanan atau pengeluaran khusus — seperti Moderna dan Pfizer, yang perlu disimpan pada suhu di bawah titik beku — yang mungkin tidak dapat dilakukan di negara berkembang.
China, yang juga tidak berpartisipasi dalam inisiatif Covax, memiliki 4 vaksin dalam uji coba tahap akhir. Melihat banyak vaksin yang kian dipesan, beberapa negara berkembang telah membuat kesepakatan dengan China.
Beijing telah menjanjikan sekutunya Pakistan pasokan yang cukup untuk menutupi bagian paling rentan dari populasinya, sebagai imbalan untuk melakukan uji coba vaksin di sana. Demikian pula China telah menyetujui pemberian vaksin ke Brasil dan Indonesia, yang memiliki fasilitas pembuatan vaksin sendiri, untuk memproduksi vaksin China di bawah lisensi.
“Ada kebutuhan di global. Ini benar-benar kesempatan bagi China, ” kata Jerome Kim, Direktur Institut Vaksin Internasional di Seoul, Korea Selatan.
Sementara produsen vaksin besar lain, India dan Institut Serum India (SII) memiliki kesepakatan dengan AstraZeneca untuk membuat satu miliar dosis vaksinnya di bawah lisensi bagi negara-negara miskin.
India sendiri memiliki populasi 1,3 miliar untuk diinokulasi. SII telah mengatakan bahwa mereka berencana untuk mengekspor 50 persen dari produksinya.
Negara berkembang mencoba memanfaatkan hubungan apa pun yang mereka bisa dalam mendapatkan vaksin ini. Dalam beberapa hari terakhir, India setuju untuk memasok beberapa vaksin Covid-19 ke negara tetangga Bangladesh ketika kedua negara berusaha memperbaiki hubungan yang tegang.
Brasil telah mengatur untuk membeli 100 juta dosis dari AstraZeneca, sementara perusahaan juga telah menyetujui Argentina dan Meksiko membuat 250 juta dosis di bawah lisensi.
Namun, sebagian besar negara berkembang tidak memiliki sumber daya seperti Brasil, sehingga sebagian besar bergantung pada upaya amal dari Covax.
best jakarta, profit jakarta, futures jakarta, bpf jakarta, bestprofit jakarta, Best Profit, best profit futures jakarta, PT Bestprofit Futures, pt Bestprofit Futures jakarta, Bestprofit, PT Bestprofit
Komentar
Posting Komentar