Lindungi Konsumen, OJK Resmikan Fintech Centre
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meresmikan beroperasinya OJK Innovation Centre for Digital Financial Technology (OJK Infinity). OJK Infinity ini bertujuan membangun ekosistem fintech menjadi bagian sistem keuangan nasional yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Melalui OJK Infinity, industri fintech diharapkan bisa menghadirkan layanan jasa keuangan yang inovatif, efektif, efisien dan tetap mengedepankan perlindungan konsumen,” kata Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin (20/8/2018).
Pembentukan OJK Infinity merupakan bagian dari visi keuangan digital OJK, yaitu memberikan layanan yang efektif, efisien dan bermanfaat. Mendukung inklusi keuangan. Serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
OJK Infinity akan berfungsi sebagai wadah diskusi serta kolaborasi antara industri, regulator, pemerintah, akademisi dan innovation hub lain untuk menuju tiga fungsi OJK Infinity yaitu:
1. Memfasilitasi regulatory sandbox selaku inkubator Fintech untuk menyeimbangkan inovasi dengan perlindungan konsumen
2. Sebagai innovation hub untuk pengembangan Industri Keuangan Digital (IKD) sekaligus pengembangan ekosistem IKD secara menyeluruh
3. Sebagai sentra edukasi baik bagi pelaku jasa keuangan, konsumen maupun akademisi yang akan menjadi pegiat IKD sebagai pelaku ekonomi Indonesia ke depan.
Dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut, OJK akan bekerjasama dalam hal pertukaran informasi serta sumberdaya dengan berbagai stakeholder, antara lain dengan Kementerian dan Lembaga negara, serta seluruh pelaku industri jasa keuangan, asosiasi, dan perguruan tinggi untuk membentuk ekosistem keuangan digital yang komprehensif.
OJK Infinity juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk mendapatkan informasi terkait IKD dan bagi pelaku IKD dapat mengetahui lebih dalam terkait regulasi IKD.
Di masa mendatang, OJK Infinity akan memperluas kerjasama dengan institusi pendidikan maupun sektor swasta yang memiliki komitmen yang sejalan dalam pengembangan sektor keuangan digital, salah satunya adalah OJK bekerjasama dengan Telkom University melalui Nota Kesepahaman dalam lingkup penelitian dan pembentukan program Pendidikan Magister di bidang IKD.
OJK akan menerbitkan Peraturan OJK tentang Inovasi Keuangan Digital yang akan menjadi payung hukum untuk menaungi seluruh inovasi yang ada di lingkup sektor keuangan digital.
POJK ini dibentuk atas dasar perlunya landasan hukum untuk inovasi bidang keuangan yang saat ini sudah ada di masyarakat agar dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan melindungi kepentingan masyarakat.
Peraturan ini menerapkan pengawasan berbasis market conduct dengan peraturan OJK hanya akan mengatur hal-hal yang bersifat principle base dan juga mengatur kegiatan regulatory sandbox untuk mempelajari, menganalisa, memahami mengenai risiko, tata kelola dari model bisnis untuk sebuah fintech yang masuk dalam sandbox dengan tujuan untuk mengetahui profil risiko serta model pengawasan dan pengaturan yang sesuai untuk model bisnis IKD tertentu.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku siap memfasilitasi para pengusaha financial technology (fintech) yang merasa kesulitan menghadapi inkonsistensi regulasi yang diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supraktino mengatakan jika regulasi yang konsisten dan visioner sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan suatu industri ke depannya. Jika tidak konsisten, dunia usaha akan kesulitan, tidak terkecuali mengenai aturan terhadap para penyelenggara fintech yang sedang mengejar izin permanen dari regulator.
Dia menegaskan, apabila penyelenggara fintech merasa ada aturan yang tidak konsisten dan cenderung mempersulit perolehan izinnya, mereka diminta melaporkan keluhannya kepada DPR, baik ke Komisi XI ataupun X fraksi yang ada di DPR.
"Intinya, tolong kalau ada keluhan atau kesulitan, jangan segan-segan untuk menyampaikannya ke Komisi XI DPR," jelas dia di Jakarta.
Dengan melaporkan keluhannya ke DPR, proses perizinan diharapkan juga bisa lebih cepat karena ada dorongan DPR.
Untuk saat ini, mengenai aturan yang tampak inkonsisten karena terus berubah, Hendrawan menyatakan, siap memeriksa hal apa saja yang diubah.
"Nanti Komisi XI akan membicarakan ini dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan," ucap anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.
Hendrawan berupaya memahami adanya aturan ketat terkait industri fintech, sebagai bentuk kehati-hatian dari otoritas terkait untuk mencegah oportunisme. Akan tetapi, dia menegaskan, tidak dibenarkan juga jika aturan menjadi inkonsisten.
Hal tersebut bisa memicu banyak fintech ilegal yang beredar tanpa izin. Padahal akhir Juli lalu, OJK baru merilis adanya 227 fintech yang beroperasi ilegal. Jumlah ini bisa saja bertambah jika izin kian sulit diperoleh.
"Karena itu, perlu diberi masukan apa yang mempersulit pelaku usaha agar kita melakukan kontrol. Karena DPR itu lembaga kontrol," dia menandaskan.
Anggota DPR yang lain, Amir Uskara dari Fraksi PPP juga melihat aturan fintech yang berubah-ubah kerap menjadi keluhan pelaku usaha. Mengenai aturan yang ketat, dia memandang hal tersebut memang diperlukan untuk mengamankan kepentingan masyarakat. Hanya saja, aturan yang dibuat harusnya bisa sekonsisten mungkin.
"Saya berharap OJK konsisten dengan aturan-aturan yang dibuatnya," katanya.
Sebelumnya, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, menyatakan aturan terkait perolehan izin di fintech memang bersifat dinamis. Perubahan bisa terjadi bergantung kondisi di dunia maupun dalam negeri.
Pengetatan aturan turunan dari POJK Nomor 77 Tahun 2016 pun dibuat sebagai tanggapan dari kasus penutupan hampir 200 fintech di China. Tujuannya agar fintech yang kelak memperoleh izin permanen adalah fintech yang benar-benar terpercaya dan kompeten.
"Jadi, saya lebih memilih hanya ada satu atau dua fintech lending yang benar-benar kuat, sehat, dan tahan banting daripada kita mempunyai 100 fintech yang membuat rakyat panik," paparnya.
Komentar
Posting Komentar